Jumat, 01 Mei 2009

tugas htn KOMPARASI LEMBAGA LEGISLATIF ANTARA INDONESIA DAN JEPANG

TUGAS PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA

 

KOMPARASI LEMBAGA LEGISLATIF ANTARA INDONESIA DAN JEPANG

 

 

 

 

 

 

 

 

 

OLEH :

MADE SANJAYA

E 0005215

 

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

 

 

 

PENDAHULUAN

 

Secara historis, ada dua istilah atau konsep yang sangat berpengaruh di dunia terkait ide negara yang berdasarkan atas hukum, yaitu konsep “rechtsstaat” yang berkembang di Eropa Kontinental (abad XIX) dan konsep “rule of law” yang berkembang di negara-negara Anglo Saxon. Kedua konsep tersebut berkaitan dengan tipologi negara dipandang dari segi hubungan antara negara (pemerintah) sebagai pihak yang memerintah (mengusai) dan warga negara sebagai pihak yang dikuasai (yang diperintah). Konsep rechtsstaat yang bertumpu pada sistem civil law lahir dari suatu perjuangan panjang menentang absolutisme kekuasaan negara (machtstaat), sedangkan konsep rule of law bertumpu pada sistem common law yang bersifat memutus perkara yang didelegasikan kepada hakim berdasarkan hukum kebiasaan di Inggris (common custom of England). Meskipun, antara konsep rechtsstaat dan rule of law mempunyai perbedaan latar belakang historis, tetapi pada dasarnya keduanya berkenaan dengan perlindungan atas hak-hak kebebasan sipil warga negara dari kemungkinan tindakan sewenang-wenang kekuasaan Negara

 

John Locke mengatakan bahwa kegiatan negara bersumber dari tiga kekuasaan negara, yaitu kekuasaan legislatif (legislative power), kekuasaan eksekutif (executive power), dan kekuasaan federatif (federative power). Sedang Montesquieu melalui ajaran Trias Politica membelah seluruh kekuasaan negara secara terpisah-pisah (separation of power; separation du pouvoir) dalam tiga bidang (tritochomy), yakni bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif.  Ajaran Trias Politika didasarkan pada pemikiran bahwa kekuasaan negara harus dipisahkan (separation of powers) dan tidak boleh berada dalam satu tangan (concentration of powers). Berbeda dengan Montesquieu, Hans Kelsen membagi segenap unsur “power” dalam negara itu dalam dua bidang pokok, yakni: “legislatio” yang meliputi “law creating function”; dan “legis executio”, yang meliputi: (1) legislative power dan (2) judicial power

 

Negara Indonesia hanya mengenal sistem “pembagian kekuasaan” (division of powers), yang menekankan adanya pembagian fungsi-fungsi pemerintahan, bukan pada pemisahan organ-organnya. Adapun UUD 1945 menggunakan istilah-istilah yang berasal dari ajaran Trias Politika dari Montesquieu seperti legislative power, executive power dan judicial power

 

Pada intinya, bahwa sistem kekuasaan negara itu tidak boleh dipegang oleh satu tangan, melainkan harus dibagi menjadi

1.       Legeslatif yakni Badan yang bertanggung jawab dalam pembuatan undang undang (Pembuat Undang-Undang)

2.       Eksekutif yakni Badan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan undang undang yang dibuat oleh Legeslatif dan aturan-aturan turunannya, termasuk memperjelas/menjabarkan agar undang undang tsb bisa dilaksanakan dan dimengerti olehmasyarakat.

3.      Yudikatif, Badan yang mengawasi pelaksanaan undang-undang termasuk memberikan hukuman kepada warga masyarakat yang telah terbukti melanggar peraturan perundang-undangan.

 

 

PEMBAHASAN

 

 

Perbandingan System legislative antar Indonesia dan jepang

 

Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil sedangkan Jepang, menganut sistem pemerintahan parlementer,

 

Sistem pemerintahan presidensiil:

·        Terdapat pemisahan kekuasaan eksekutif dan legislatif. Namun tak ada pemisahan antara jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan.

·        Eksekutif dipegang oleh presiden sebagai kepala pemerintahan yang sekaligus adalah kepala negara. Kekuasaan legislatif berada di Parleman. Eksekutif dan legislatif memiliki kekuasaan terpisah yang seimbang.

·        Sebutan bagi kepala pemerintahan yang sekaligus kepala negara adalah presiden. Karenanya sistem ini disebut presidensiil.

·        Tak ada tumpang-tindih personal antara lembaga eksekutif dan legislatif.

·        Anggota legislatif dipilih langsung lewat pemilihan umum.

·        Pimpinan eksekutif (yakni presiden dan wakil presiden) dipilih langsung melalui pemilihan umum.

·        Jajaran eksekutif lini kedua (yakni para menteri) diangkat oleh presiden.

·        Terdapat mekanisme checks-and-balances antara eksekutif dan legislatif.

·        Legislatif menyusun perundangan, namun memerlukan pelaksanaan oleh eksekutif.

·        Eksekutif bisa mem-veto kebijakan legislatif, atau menolak untuk melaksanakan perundangan, namun legislatif memiliki hak utk meng-impeach eksekutif.

·        Presiden sebagai pimpinan eksekutif memiliki hak untuk mengangkat pejabat negara, namun memerlukan persetujuan legislatif.

·        Legislatif tak bisa memberhentikan presiden, dan presiden tak bisa membubarkan legislatif.

 

 

 

 


Sistem pemerintahan parlementer:

  • Terdapat pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun tak ada pemisahan antara kekusaan eksekutif dan legislatif.
  • Baik eksekutif maupun legislatif berada di parlemen. Jajaran eksekutif adalah anggota parlemen. Karenanya sistem ini disebut parlementer.
  • Kepala pemerintahan adalah pimpinan kekuatan mayoritas di parlemen. Kepala negara hanya memiliki kekuasaan simbolik di luar eksekutif dan legislatif.
  • Sebutan kepala pemerintahan: perdana menteri atau prime minister. Sebutan kepala negara: presiden, raja, ratu, gubernur jenderal, dll.
  • Terdapat tumpang-tindih personal antara eksekutif dan legislatif.
  • Anggota legislatif dipilih langsung lewat pemilihan umum.
  • Partai dengan kursi mayoritas di parlemen membentuk pemerintahan. Pimpinan partai ini menjadi perdana menteri.
  • Anggota parlemen dari partai mayoritas itu menjadi menteri-menteri.
  • Terdapat mekanisme pemerintah-oposisi dalam legislatif.
  • Partai kekuatan kedua di parlemen membentuk oposisi. Pimpinan partai ini menjadi ketua oposisi, anggota-anggota partai lainnya menjadi anggota kabinet bayangan sehingga disebut pula sebagai menteri-menteri bayangan.
  • Kebijakan pemerintah diperdebatkan di parlemen dengan pihak oposisi sesuai dengan lingkup masing-masing (misal: perdana menteri dengan pimpinan oposisi, menteri keuangan dengan menteri keuangan bayangan).
  • Legislatif dapat membubarkan pemerintahan dengan mosi tidak percaya, dan mendesakkan pemilu untuk memilih anggota parlemen baru.

 

 

Indonesia

Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang mengatur

kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan hubungan

antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, danyudikatif). UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara.

 

fungsi DPR

DPR mempunyai fungsi sebagaimana lembaga perwakilan rakyat pada umumnya, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi-fungsi ini kemudian dijabarkan dalam tugas dan wewenang DPR.

 

 

 

tugas dan wewenang DPR

Berdasarkan UU No.22 tahun 2003 mengenai Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Susduk), DPD memiliki wewenang sebagai berikut:

a.         membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama;

b.         membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;

c.          menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan DPD yang berkaitan  dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan;

d.         memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

e.         menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD;

melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, anggaran pendapatan dan belanja negara, serta kebijakan pemerintah;

f.          membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; 

g.         memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD;

h.         membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;  

i.          memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

j.          memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden;

k.         memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada presiden untuk ditetapkan;

l.          memberikan pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi;

m.        memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau pembentukan undang-undang;

n.         menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan

o.         melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam undang-undang.

 

 

hubungan DPR dengan MPR

Anggota DPR adalah juga sekaligus anggota MPR. Karena MPR bukan lagi “lembaga tertinggi” negara, DPD tidaklah bertanggung jawab kepada MPR. MPR sebenarnya lebih berfungsi sebagai forum antara DPR dan DPD, yang akan menghasilkan keputusan-keputusan penting, yaitu: mengubah dan menetapkan UUD; (ii) melantik presiden dan wakil presiden yang telah terpilih melalui sistem pemilihan presiden langsung serta; (iii) memutuskan pemberhentian presiden atau wakil presiden (impeachment), dan (iv) memilih presiden dan atau wakil presiden bila salah satu atau keduanya berhalangan.

 

“Komisi”

Komisi merupakan pengelompokkan anggota DPR ke dalam isu-isu tertentu guna memenuhi seluruh fungsi DPR (legislasi, pengawasan, dan anggaran). Secara struktural, Komisi merupakan “alat kelengkapan” DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Pengaturan mengenai komisi dimuat di dalam Peraturan Tata Tertib (Tatib) DPR, Pasal 34 – 38.

 

Komisi di DPR

DPR memiliki 11 (sebelas) komisi dengan pembagian sebagai berikut:

I

Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi.

II

Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daerah, Aparatur Negara, dan Agraria.

III

Hukum dan Perundang-undangan, HAM, dan Keamanan

IV

Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, dan Pangan.

V

Perhubungan, Telekomunikasi, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Pembangunan Pedesaan, dan Kawasan Tertinggal.

VI

Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM, dan BUMN.

VII

Energi, Sumberdaya Mineral, Riset dan Teknologi, dan Lingkungan Hidup.

VIII

Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan.

IX

Kependudukan, Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi.

X

Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Kesenian, dan Kebudayaan.

XI

Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.

 

 

 

 

Jepang

 

Jepang menganut sistem negara monarki konstitusional yang sangat membatasi kekuasaan Kaisar Jepang. Sebagai kepala negara seremonial, kedudukan Kaisar Jepang diatur dalam konstitusi sebagai "simbol negara dan pemersatu rakyat".

 

Kekuasaan pemerintah berada di tangan Perdana Menteri Jepang dan anggota terpilih Parlemen Jepang, sementara kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat Jepang. Kaisar Jepang bertindak sebagai kepala negara dalam urusan diplomatik.

 

Kokkai adalah nama parlemen Jepang. Parlemen Jepang terdiri dari dua majelis: Majelis Rendah Jepang (shūgi'in) dan Majelis Tinggi Jepang (sangi'in). Kedua majelis dipilih secara langsung melalui sistem pemilihan paralel. Di samping memutuskan undang-undang, Kokkai bertanggung jawab memilih Perdana Menteri Jepang.

 

Perdana Menteri Jepang adalah kepala pemerintahan. Perdana Menteri diangkat melalui pemilihan di antara anggota Parlemen. Bila Majelis Rendah dan Majelis Tinggi masing-masing memiliki calon perdana menteri, maka calon dari Majelis Rendah yang diutamakan. Pada praktiknya, perdana menteri berasal dari partai mayoritas di parlemen. Menteri-menteri kabinet diangkat oleh Perdana Menteri. Kaisar Jepang mengangkat Perdana Menteri berdasarkan keputusan Parlemen Jepang, dan memberi persetujuan atas pengangkatan menteri-menteri kabinet. Perdana Menteri memerlukan dukungan dan kepercayaan dari anggota Majelis Rendah untuk bertahan sebagai Perdana Menteri

 

Menurut Konstitusi Jepang, Kokkai adalah "aparatur kekuasaan negara tertinggi" dan "satu-satunya aparatur negara yang menciptakan undang-undang" di Jepang. Selain undang-undang, anggota parlemen juga bertugas dalam menyetujui anggaran negara dan meratifikasi perjanjian negara.

 

. Majelis Rendah memiliki beberapa kekuasaan yang tidak diberikan kepada Majelis Tinggi. Bila sebuah rancangan undang-undang dilewatkan oleh majelis rendah, tetapi diveto oleh majelis tinggi, Majelis Rendah dapat melewati keputusan yang dibuat di Majelis Tinggi dengan sebuah veto yang menghasilkan persetujuan sebesar dua-per-tiga. Dalam kasus persetujuan, dana, dan pemilihan perdana menteri, Majelis Tinggi hanya dapat menunda pelaksanaan, tetapi tidak memblok legislasi. Sebagai hasilnya majelis rendah dianggap lebih berkuasa.

 

 

 

 

 

Anggota dari majelis rendah, yang dipilih dengan masa tugas empat tahun, menjabat lebih pendek dibanding dengan anggota majelis tinggi, yang dipilih untuk menjabat selama enam tahun. Majelis Rendah dapat juga dibubarkan oleh perdana menteri atau melalui mosi tidak percaya, sedangkan Majelis Tinggi tidak dapat dibubarkan. Oleh karena itu Majelis Rendah dianggap lebih sensitif terhadap pendapat rakyat, dan diberi nama "majelis rendah". Istilah ini juga merupakan warisan dari Konstitusi Meiji 1889, ketika Kizokuin (nama majelis tinggi pada tahun 1889-1947) berfungsi sebagai majelis tinggi aristokratik dalam sebuah bentuk yang mirip dengan sistem Westminsterpada masa itu.

 

Sangi-in  adalah nama majelis tinggi dalam Parlemen Jepang. Berdasarkan Konstitusi Jepang, Parlemen Jepang adalah badan legislatif sistem dua kamar yang dibentuk dari Majelis Rendah dan Majelis Tinggi.

           

Parlemen Jepang adalah parlemen dua kamar. Parlemen Jepang terdiri dari Majelis Rendah dan Majelis Tinggi. Majelis Rendah Jepang terdiri dari 480 anggota dewan. Anggota majelis rendah dipilih secara langsung oleh rakyat setiap 4 tahun sekali atau setelah majelis rendah dibubarkan. Majelis Tinggi Jepang terdiri dari 242 anggota dewan yang memiliki masa jabatan 6 tahun, dan dipilih langsung oleh rakyat. Warganegara Jepang berusia 20 tahun ke atas memiliki hak untuk memilih

 

Kabinet Jepang beranggotakan Perdana Menteri dan para menteri. Perdana Menteri adalah salah seorang anggota parlemen dari partai mayoritas di Majelis Rendah. Partai Demokrat Liberal (LDP) berkuasa di Jepang sejak 1955, kecuali pada tahun 1993. Pada tahun itu terbentuk pemerintahan koalisi yang hanya berumur singkat dengan partai oposisi. Partai oposisi terbesar di Jepang adalah Partai Demokratik Jepang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar